Rabu, 29 Mei 2013

Kisah Nabi Muhammad SAW Menjelang Ajal


Betapa mulia dan indahnya akhlak baginda Ya
Rasulullah SAW Mengingatkan kita sewaktu
sakratul maut.

'Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata
memberikan petuah,
"Wahai umatku, kita semua ada dalam
kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka
taati dan bertakwalah kepada-Nya.

Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah
dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai
sunnahku, berati mencintai aku dan kelak
orang-orang yang mencintaiku, akan
bersama-sama masuk surga bersama aku".

Khutbah singkat itu diakhiri dengan
pandangan mata Rasulullah yang teduh
menatap sahabatnya satu persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-
kaca, Umar dadanya naik turun menahan
napas dan tangisnya. Ustman menghela
napas panjang dan Ali menundukkan
kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah
datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita
semua," desah hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan
tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin
kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap
menangkap Rasulullah yang limbung saat
turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana
pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau
bisa.
Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah
masih tertutup. Sedang di dalamnya,
Rasulullah sedang terbaring lemah dengan
keningnya yang berkeringat dan membasahi
pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang
yang berseru mengucapkan salam.

"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi
Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata
Fatimah yang membalikkan badan dan
menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang
ternyata sudah membuka mata dan bertanya
pada Fatimah, "Siapakah itu wahai
anakku?".

"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru
sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah
lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan
pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah
bahagian demi bahagian wajah anaknya itu
hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan
kenikmatan sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di dunia. Dialah
malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah
pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi
Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak
ikut bersama menyertainya. Kemudian
dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah
bersiap di atas langit dunia menyambut ruh
kekasih Allah dan penghulu dunia ini. " Jibril,
jelaskan apa hakku nanti di hadapan
Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang
amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para
malaikat telah menanti rohmu. Semua
surga terbuka lebar menanti
kedatanganmu," kata Jibril.

Tapi itu ternyata tidak membuatkan
Rasulullah lega, matanya masih penuh
kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar
ini?" Tanya Jibril lagi.

"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib
umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku
pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa
saja, kecuali umat Muhammad telah berada
di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail
melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah
ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah
bersimbah peluh, urat-urat lehernya
menegang.

"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril
memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau
palingkan wajahmu Jibril? " Tanya Rasulullah
pada Malaikat pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih
Allah direnggut ajal, " kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah
mengaduh, karena sakit yang tidak
tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan
saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan
pada umatku."

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan
dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak
membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan
telinganya.

"Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat
aimaanukum - peliharalah shalat dan
peliharalah orang-orang lemah di
antaramu."

Di luar, pintu tangis mulai terdengar
bersahutan, sahabat saling berpelukan.

Fatimah menutupkan tangan di wajahnya,
dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke
bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii!" -
"Umatku, umatku, umatku"
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang
memberi sinaran itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allaahumma sholli 'alaa Muhammad
wa'alaihi wasahbihi wasallim .

Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Usah gelisah apabila dibenci manusia kerana
masih banyak yang menyayangimu di dunia,
tapi gelisahlah apabila dibenci Allah kerana
tiada lagi yang mengasihmu di akhirat kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar